Bisa anda bayangkan seandainya terjadi pemadaman listrik secara mendadak atau mendapat jatah pemadaman listrik bergilirdalam beberapa waktu? Bagaimana sikap dan reaksi anda? Pasti merasa tidak menyenangkan, karena listrik telah menjadi kebutuhan pokok dan penting dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin ada yang menyikapinya dengan marah, kesal, atau membuat plesetan kepanjanganan PLN,bahkan sampai menyalahkan pemerintah. Tragisnya era perkembangan media sosialsekarang ini,begitu mudahnya menumpahkan kekesalan dan kritik yang berlebihan dan tidak pantasdi berbagai media sosial tersebut, dan menjadi ajang curhat nasional dan global.
Adalah hal yang wajar, ketika ada yang kesal saat pemadaman listrik, ketika seseorang mengerjakan tugas di komputer, padahal pekerjaan yang diketikberjam-jam belum sempat tersimpan. Ketika anggota keluarga ada yang sedang sakit serius. Demikian halnya dalam keluarga yang baru memiliki bayi yang sedang rewel-rewelnya, serta masih banyak kondisi-kondisi lainnya. Bisa dibayangkan bagaimana repot dan dongkolnya mereka, ketika listrik tiba-tiba padam. Tetapi, menjadi tidak wajar kalau reaksi berlebihanan, sampai kehilangan kesantunan dan marah yang berlebihan sampai tidak terkontrol dalam menyikapinya.
Inilah kenyataan yang sedang kita hadapi, kebutuhan listrik semakin lama semakin meningkat, karena bertambahnya pemukiman penduduk, pembangunan kantor-kantor pemerintah dan swasta, pengembangan kawasan-kawasan industri dan pertokoan, pembukaan pertambangan-pertambangan baru, pendirian rumah sakit-rumah sakit, dan lain sebagainya. Sehingga keterbatasan pembangkit listrik akan berakibat pada pemadaman bergilir yang sering dilakukan, yang tentunya merugikan banyak pihak.
Saya yakin, pemerintah telah berupaya keras untuk menyelesaikan permasalahan ini. Seperti yang diutarakan berbagai media, bahwa pemerintahan saat ini, yakni pemerintahan Jokowi juga sedang mencanangkan program pembangunan pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) dalam kurun 5 tahun ke depan.
Tetapi permasalahannya tidak sampai disitu saja, sumber energi juga menjadi masalah berikutnya, seandainya hanya berpatokan pada energi fosil saja, masalah dalam kelistrikan tidak akan ada habisnya, karena energi fosilpun semakin lama semakin menipis. Artinya pembangkit listrik yang tidak bersumber dari energi fosilpunperlu digalakkan. Dengan kata lain, perlu secara serius mengajak dan menggiatkanpenelitian-penelitian untuk menciptakan sumber-sumber energi alternatif, atau ujicoba-ujicoba pembangkit listrik dengan sumber energi non fosil.
Kalau pemerintahan berperan dalam pembuat regulasi dan pengelola kebutuhan listrik, bagaimana dengan kita sebagai konsumen baik kalangan industri dan masyarakat? Apa peran dan tanggung jawab kita dalam permasalahan kelistrikan? Berdasarkan Undang-Undang Ketenagalistrikan nomor 30 tahun 2009 pasal 29, konsumen tersebut memang diatur hak dan kewajibannya.
Ayat (1). Konsumen berhak untuk : a.mendapat pelayanan yang baik; b.mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; c.memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar; d.mendapatpelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan e.mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
Ayat (2) Konsumen wajib : a.melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik; b.menjaga keamanan instalasi tenagalistrik milik konsumen; c.memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya; d.membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan e.menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.
Tetapi dalam artikel ini, saya tidak banyak membicarakan seputarhak dan kewajiban konsumen. Saya lebih fokus pada peran dan tanggung jawab moral konsumen untuk mendukung penghematan energi. Penghematan energi itu sendiri merupakan usaha mengurangi jumlah penggunaan energi atau salah satunya melalui efisiensi pemanfaatan listrik.
Silahkan bertanya dan instropeksi pada diri sendiri, apakah kita termasuk pihak yang mendukung sepenuhnya program penghematan energi listrik? Menurut hemat saya, hal-hal kecil yang kita lakukan sehari-hari yang bisa kita jadikan sebagai indikator. Apakah kita sering menyalakan televisi berjam-jam tetapi tidak sedang menyaksikan siaran televisi bahkan mungkin sedang dalam keadaan tertidur? Apakah kita sering membiarkan gadget terhubung dengan listrik padahal gadget-gadget tersebut batteray-nya sudah terisi penuh dengan begitu lama, demikian juga laptop dan komputer yang tidak sedang dioperasikan lagi, tetapi masih terhubung dengan listrik.Apakah membiarkan AC kamar kita masih aktif, padahal kita sudah tidak tidur lagi? Apakah lampu masih dibiarkan menyala padahal sudah siang hari? Ataukah kita sering lupa menonaktifkan peralatan-peralatan listrik sebelum tidur atau meninggalkan rumah? Bahkan meninggalkan ruangan kerja atau kantor dengan membiarkan berbagai peralatan-peralatan listrik masih dalam posisi terhubung dengan listrik?
Hemat energi listrik secara nasional, tentu diawali dengan hemat energi listrik dari rumah kita sendiri. Untuk itu, mari membentuk perilaku dan kebiasaan diri untuk menggunakan listrik saat diperlukan dan sesuai kebutuhan kita. Bukan berarti kita sedang menapikan peran pemerintah yang harus tetap tegas dan dapat dipercaya dalam proses pembuatan regulasi kelistrikan serta pengelolannya yang berpihak pada kepentingan umum dan mensejahterakan masyarakat. Pada akhirnya, saya menyimpulkan bahwa listrik adalah milik bersama.Demi masa depannya pemerintah, swasta dan masyarakat harus bekerja sama, karena hemat energi listrik adalah sedang menginvestasikan listrik bagi anak cucu kita. Jadi, hemat energi listrik adalah tanggung jawab kita bersama.
Compiled From : Thurneysen Simanjuntak
0 komentar:
Posting Komentar