Selasa, 09 Februari 2016
Membangun Spiritualitas Hemat Energi
Tahun 2014 lalu, Jerman kembali dinobatkan sebagai negara yang paling efisien dalam penggunaan energi di dunia. Sebagaimana diberitakan oleh redaksi hijau.com, pemeringkatan oleh American Council for an Energi-Efficient Economy (ACEEE) ini juga menempatkan Italia, Uni Eropa, China dan Perancis dalam peringkat atas efisiensi energi global.
Di tanah air gerakan hemat energi baru dilakukan sebatas meluncurkan peraturan yang sampai saat ini hanya menjadi macan kertas belaka. Pelaksanaan dari peraturan ini baru menjadi mitos belaka dan belum menjadi etos sebagai bagian dari gerakan membangun negeri.
Menurut data ASEAN Centre for Energy (ACE), Indonesia merupakan negara terboros di Asia Tenggara dalam hal penggunaan energi listrik. Indeks elastisitas energi Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,63, lebih tinggi dibandingkan Thailand dan Singapura yang masing-masing mencapai 1,4 dan 1,1. Bahkan indeks elastisitas energi negara-negara maju berkisar antara 0,1 hingga 0,6. Indeks elastisitas adalah perbandingan laju pertumbuhan konsumsi energi dibanding laju pertumbuhan ekonomi.
Indonesia saat ini boleh dikatakan sedang dalam keadaan darurat energi. Bahkan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyiratkan keprihatinannya terhadap dunia ketahanan energi nasional. Gara-gara kurangnya cadangan ketahanan energi, Jika Indonesia perang, paling hanya bertahan 3 hari, mengapa? Lantaran Indonesia tidak memiliki ketahanan energi yang cukup baik. Cadangan BBM kita jauh dibawah negara-negara tetangga! Indonesia hanya punya cadangan BBM untuk 17 hari. Bandingkan dengan Malaysia yang punya 30 hari, Jepang dan Korea 50 hari, Singapura 50 hari.
Spritualitas Hemat Energi
Gawat darurat energi ini tentu harus disikapi dengan langkah nyata. Gerakan hemat listrik bisa menjadi prioritas utama tanpa mengabaikan energi lain. Mengapa hemat listrik ? Karena untuk membangitkan tenaga listrik PLN membutuhkan 7,2 juta kiloliter pada Tahun 2014. Selain itu, fakta bahwa kebanyakan pembangkit listrik di Indonesia memakai bahan bakar fosil menunjukkan bahwa sektor ketenagalistrikan berpotensi menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi karbondioksida di Indonesia bahkan di kawasan Asia Pasifik.
World Resources Institute (WRI) dalam analisisnya menempatkan Indonesia pada peringkat ke-21 penghasil emisi karbondioksida tertinggi di dunia tahun 2000. Emisi karbondioksida Indonesia yang dihasilkan sektor energi saja mencapai 1,2% emisi karbondioksida dunia keseluruhan (78 juta ton CO2). Jadi, menghemat listrik artinya juga menghemat BBM sekaligus mengurangi kadar emisi karbondioksida.
Membangun spiritualitas hemat energi adalah sebuah upaya untuk membumikan hemat energi di hari sanubari rakyat dan aparatur pemerintah. Butuh dorongan dari hati nurani yang paling dalam agar manusia Indonesia bergerak untuk melakukan praktik hemat energi tanpa merasa dipaksa oleh siapa pun. Hemat energi yang lahir karena kesadaran bukan keterpaksaan.
Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997), spiritual adalah kehidupan manusia yang dijalani sesuai dengan hakikat spiritualnya dan karunia rahmat. Kehidupan spiritual tidaklah bertentangan atau terpisah dari kehidupan kodrati manusia, tetapi tumbuh dan menjadi dewasa dalam keserasian dengan kehidupan kodrati. Semua makhluk hidup dalam dirinya mempunyai sesuatu yang menjiwai dan menghidupkan suatu daya hidup yang mewujudkan eksistensinya. Daya yang menghidupkan ini terdapat pada semua makhluk hidup baik manusia, binatang maupun tumbuhan. Makin tinggi tingkatan makhluk itu, makin tinggi dan makin spiritual daya hidupnya serta makin sempurna aktivitasnya.
Spritualitas itu jauh melebihi peradaban. Melalui kehidupan spiritual manusia memasuki dunia pengetahuan dan cinta yang melebihi kodrat. Berpikir dan bertindak tidak atas dasar budaya dan nalar, melainkan atas dasar iman kepada Tuhan.
Spritualitas hemat energi listrik bisa dilaksanakan melalui pertama, membangun spiritualitas hemat energi melalui institusi keagamaan. Indonesia memang bukan negara agama tetapi memiliki harmoni kehidupan spiritual yang baik. Ini merupakan peluang yang cukup besar bagi pemerintah untuk membumikan hemat energi melalui masjid, gereja, vihara, pura, dan klenteng. Setiap agama tentu memiliki pesan moral untuk melakukan gaya hidup hemat energi dan menentang keras praktik boros energi.
Dalam Al Quran, Surat Al Isra, ayat 26 – 30, Allah memerintahkan, “ Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.
Pesan Tuhan ini sangat jelas bahwa manusia yang melakukan pemborosan energi sehari-hari adalah saudara-saudara syaithan. Artinya, perilaku boros akan membawa dampak yang buruk kepada umat manusia, lingkungan, dan semua makhluk hidup yang ada di planet bumi. Syaithan adalah sebuah lambang keburukan perilaku sehingga harus dijauhi dan diingkari.
Tuhan juga berpesan bahwa kita harus bijak untuk menggunakan energi, tidak boleh terlalu mengulurkan (boros), tetapi juga tidak boleh terlalu pelit energi yang juga memiliki potensi keburukan sama dengan boros energi. Bijak menggunakan energi adalah solusi dari langit untuk seluruh penghuni planet bumi.
Dalam Agama Hindu, ada tradisi nyepi yang salah satu ritualnya adalah dengan “amati geni” yaitu mematikan semua sumber cahaya termasuk listrik. Pada Hari Raya Nyepi, seluruh rumah penduduk yang penghuninya beragama Hindu tentu akan mematikan lampu dan alat elektronik lainnya selama sehari penuh sebagai ritual keagamaan yang wajib dilakukan.
Dalam Perayaan Nyepi di Bali tahun lalu terbukti mampu menghemat listrik sebesar 50 persen. Data PLN tahun 2014 menyebutkan bahwa Perayaan Nyepi di Bali bisa menghemat penggunaan listrik hingga hampir separuh dari kapasitas normal, yakni dari semula 700 megawatt menjadi 400 MegaWatt (MW) dalam sehari.
Kedua, institusi pendidikan. Dunia pendidikan merupakan institusi yang sangat ampuh untuk membangun spritualitas hemat energi. Ini tak berarti harus menjadikan spiritualitas hemat energi sebagai mata pelajaran sendiri melainkan melakukan internalisasi hemat energi ke dalam setiap pelajaran yang relevan. Pelajaran Agama, Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia dapat digunakan untuk membumikan spiritualitas hemat energi. Melaksanakan hemat energi bukan karena paksaan melainkan karena kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang harus turut bertanggungjawab untuk merawat bumi.
Pendidikan merupakan kawah candradimuka untuk membiasakan peserta didik melakukan kebiasaan hemat listrik setiap waktu di setiap tempat. Pendidikan adalah sarana untuk melakukan revolusi mental dari mental boros energi menjadi hemat energi. Tak perlu anggaran yang cukup banyak untuk membentuk mental ini. Proses ini hanya perlu praktik yang dilakukan secara berulang-ulang sebagaimana yang dikatakan oleh Howard Gardner. Hakekat kecerdasan seseorang itu lebih banyak berkaitan dengan kebiasaan, yaitu perilaku yang diulang-ulang.
Cerdas dalam hemat energi adalah membiasakan peserta didik untuk melakukan praktik hemat energi. Mematikan lampu-lampu di sekolah ketika tidak dipakai. Melepas charge komputer atau laptop dari colokan di laboratorium sekolah ketika selesai praktik. Mematikan lampu kamar mandi ketika selesai menunaikan hajad. Menggunakan pendingin ruangan seperlunya saja.
Kebiasaan hemat listrik ini jika bisa ditularkan di lingkungan keluarga dan tempat tinggal tentu akan menjadi daya ungkit yang cukup besar untuk menghemat penggunaan BBM pembangkit listrik sekaligus menghemat rupiah.
Ketiga, instansi pemerintah. Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, yang dikenal memiliki jiwa spiritualitas yang tinggi merupakan teladan yang baik bagi para aparatur pemerintah dalam menghemat energi listrik. Ketika putranya menghadap ke ruang kerjanya di istana, beliau langsung mematikan lampu penerangan. Karena hal ini merupakan urusan keluarga bukan urusan negara. Lalu beliau mengambil lampu milik keluarga untuk menerangi pembicaraan antara ayah dan anak.
Sang Khalifah sangat berhati-hati dalam menggunakan dan menghemat aset negara. Hal ini antara lain dilakukan dengan menggunakan lampu milik negara untuk kepentingan tugas negara. Lampu untuk kepentingan negara ini pun tidak boleh boros dalam penggunaannya. Terbukti beliau hanya menggunakan satu lampu untuk menemaninya bekerja hingga larut malam.
Hal ini bertolak belakang dengan kebanyakan instansi pemerintah di tanah air. Betapa banyak gedung instansi pemerintah yang dibangun tanpa mempedulikan perencanaan untuk hemat listrik. Komputer dibiarkan dalam posisi power on meskipun tidak dipakai. Lampu dan pendingin ruangan lupa dimatikan meskipun tak dipakai. Printer, Mesin fax dan pesawat telpon juga masih belum dilepas dari sumber listrik meskipun kantor sudah tutup.
Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
Untuk membentuk perilaku hemat energi perlu kerjasama yang harmonis antara institusi keagamaan, pendidikan, dan aparatur pemerintah yang dilandasi semangat keterbukaan, memberi teladan dan penuh kasih untuk merawat bumi. Spriritualitas adalah energi penggerak untuk mewujudkan hemat energi secara total. Sehingga kita memiliki cadangan energi yang cukup besar untuk membangun negeri ini.
Quote :
· Benar sekali, hemat energi sebaiknya datang dengan tulus tanpa keterpaksaan. Terbuka dengan masalah energi dan lingkungan yang ada saat ini, memberi waktu dan aksi untuk melakukan hemat energi dan menjaga lingkungan dengan penuh kasih. Akan sangat baik jika spiritualitas hemat energi itu ada. Masalah yang ada saat ini adalah banyak orang tidak merasakan bagaimana tingginya penggunaan energi listrik akan berdampak ke lingkungan dan masa depan. Jadi bisa dibilang kesadaran untuk hemat listrik belum tinggi. Menurut saya agar spiritualitas hemat energi semakin tumbuh, perlu banyak aksi yang harus benar benar dilakukan. Inovasi peraturan, kesadaran dan edukasi di setiap lapisan masyarakat, dan lain lain.
Compiled From : Romi Febriyanto Saputro
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar